Kemana Perginya Sarjana Farmasi dan Apoteker Indonesia?

Farmasi bukanlah jurusan yang asing di negara ini. Banyak universitas yang menyediakan jurusan ini, bahkan banyak juga perguruan tinggi khusus farmasi bertajuk sekolah tinggi. Ribuan mahasiswa diresmikan tiap tahunnya dari berbagai universitas. Begitu juga dengan pendidikan profesi apoteker sebagia tingkat lanjut dari pendidikan sarjana farmasi. Begitu banyak pula tersebar di negeri ini. Sebagai contoh tiap tahun almamater saya menerima calon dan meresmikan apoteker dengan jumlah diatas 100 orang. Namun apa yang terjadi di masyarakat, secara umum apoteker begitu asing terdengar baik peran maupun keberadaannya. Lalu kemana perginya para sarjana farmasi dan para apoteker itu?

Kebanyakan mahasiswa sarjana farmasi dan mahasiswa apoteker adalah cewek, bahkan bisa dengan perbandingan 3:1 (atau bahkan lebih) untuk cewek:cowok. Kita tahu bersama bahwa tak sedikit cewek yang menggantungkan nasibnya pada cowoknya (suami) ketika sudah menikah. Hal ini dalam artian cewek akan rela melepas segala keilmuaannya yang telah didapat, dimana seolah-olah mereka mencari kuliah untuk jaga-jaga. Dengan jurusan farmasi yang didominasi cewek bukan hal mustahil lulusannya berkurang drastis dalam kenyataan di dunia kerja.

Jurusan farmasi terkadang masih jadi pilihan kedua. Dari beberapa teman saya, banyak yang pilihan pertama mereka adalah jurusan lain, ada yang kedokteran, FTI, maupun STEI. Ada juga yang meletakkan farmasi sebagai pilihan pertama hanya sebagai coba-coba karena mereka yakin hanya akan tembus ke pilihan kedua. Alhasil ini akan berefek pada keseriusan belajar dalam menekuni dunia farmasi dan semakin ogah-ogahan untuk melanjutkan ke tahap profesi apoteker maupun kerja di dunia farmasi.

Berbicara tentang industri farmasi kita gak akan ketinggalan topik untuk dibicarakan. Dunia obat semakin berkembang dengan semakin besar tingkat kepedulian masyarakat akan kesehatan. namun ketika kita melihat peran sarjana farmasi ataupun apoteker masih bisa dikesampingkan. Banyak sekali lahan kerja yang diambil tetangga profesi lain. Mungkin dulu lebih dikarenakan tak adanya perundangan yang mengatur tapi ketika sekarang sudah didukung perundangan yang cukup kuat seolah-olah kita yang dianggap akan merebut lahan mereka. Hal ini kadang membuat para sarjana farmasi ataupun para apoteker putar arah ke bidang lain.

Ketika kita kuliah tentunya tidak lepas dari alasan untuk cari pekerjaan guna biaya hidup alias mencari uang. Celakanya profesi apoteker atau sarjana farmasi dirasa belum merasa dihargai dengan gaji yang bersaing dengan profesi lain. Kuliah 4 tahun untuk sarjana farmasi dan 1 tahun pendidikan profesi apoteker dirasa gak sebanding dengan gaji yang didapat bagi sebagian orang. Dengan kondisi seperti ini, tak heran jika banya sarjana farmasi mengalihkan dunia mereka ke bidang lain yang lebih menjanjikan. Tentunya mereka juga akan pikir-pikir ulang melanjutkan ke program pendidikan apoteker. Lebih celakanya lagi yang sudah mengambil pendidikan profesi apoteker juga banyak berpaling baik dengan alasan gaji maupun alasan lain yang telah saya uraikan sebelumnya.

Lalu harus bagaimana? Saya pribadi mungkin tidak bisa memberikan solusi yang konkrit untuk perubahan yang bisa terasa dengan cepat. Yang bisa saya lakukan adalah berintropeksi diri dengan meneguhkan keyakinan saya untuk tetap berkarya di dunia farmasi. Alhamdulillah saya masih memegah teguh alasan saya masuk jurusan farmasi. Saya bisa mengenal lebih dekat indusri farmasi melalui PKPA Industri program pendidikan profesi apoteker dan saya masih berkeinginan kuat terjuan disana dengan segala hiruk pikuknya. Hal lain yang bisa saya lakukan adalah mengajak teman-teman seprofesi untuk tetap teguh menjalankan keilmuannya dibidang farmasi baik melalui tulisan ini maupun ketika bertemu dan ngobrol bareng membuka mata terkait realita yang ada. Yang bisa mengubah keadaan ini adalah kita sendiri sebagai mahasiswa, baik sarjana farmasi maupun apoteker karena kalau bukan kita siapa lagi yang akan menentukan nasib kita. Mimpi lain saya dalah membentuk aliansi bersama rekan seprofesi (mungkin dari satu angkatan almamater) untuk mengelola apotek yang ideal, terutama dalam hal pelayanan sehingga masyarakat lebih mengenal apoteker dan menyadari kebutuhan mereka akan para apoteker.